BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan
hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan,
serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Wacana mencakup keempat tujuan penggunaan bahasa, yaitu : ekspresi diri,
eksposisi, sastra, dan persuasi. (Tarigan, 2009: 22)
Wacana
yang baik adalah wacana
yang harus memperhatikan hubungan antarkalimat. Hal ini harus selalu diperhatikan untuk
memelihara keterkaitan dan keruntutan antarkalimat. Sejalan dengan pandangan
bahwa bahasa itu terdiri atas bentuk (form)
dan makna (meaning), hubungan
dalam wacana dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu hubungan
bentuk yang disebut
kohesi, dan hubungan makna atau hubungan semantis yang
disebut koherensi. Prasayarat wacana selain kohesi dan koherensi yaitu terdapat
topk, judul, dan tema yang akan kami bahas di bab pembahasan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana prasyarat sebuah
wacana bahasa Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari
pembahasan ini diharapkan dapat memahami prasyarat wacana bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PRASYARAT WACANA
2.1.1
KOHESI
Kohesi adalah
keterikatan antarunsur dalam struktur sintaksis atau struktur wacana yg
ditandai antara lain konjungsi, pengulangan, penyulihan, dan pelesapan. (kbbi
ofline 1.3)
Kohesi merupakan
organisasi sintaksis, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan
padat untuk menghasilkan tuturan. Hal ini berarti bahwa kohesi adalah hubungan
antar kalimat dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam
setrata leksikal tertentu. (Gutwinsky, 1976: 26 dalam Tarigan (2009: 93).
Kohesi atau kepaduan wacana ialah
keserasian hubungan antar unsur yang satu dengan unsur yang
lain dalam wacana, sehingga terciptalah pengertian yang koheren. Kohesi mengacu
pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu terdiri dari
kalimat-kalimat. Sehubungan dengan hal tersebut, Tarigan (1987: 96) mengatakan
bahwa kohesi atau kepaduan wacana merupakan aspek formal bahasa dalam wacana.
Dengan kata lain, bahwa kepaduan wacana merupakan organisasi sintaktik, wadah
kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Hal
ini berarti pula bahwa kepaduan wacana ialah hubungan antarkalimat di dalam
sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal
tertentu (Gutwinsky dalam Tarigan, 1987: 96).
Kohesi atau kepaduan wacana
banyak melibatkan aspek gramatikal dan aspek leksikal. Sehingga penanda yang
digunakan untuk mencapai kepafuan sebuah wacana juga meliputi kedua aspek
tersebut. Penanda yang dipakai untuk menandai kohesif tidaknya uatu wacana,
meliputi: pronomina, substitusi, elipsis, konjugasi, dan leksikal (Halliday dan
Hasan dalam Tarigan, 1987: 97).
Kategori kohesi yaitu:
a.
Pronomina (kata ganti)
Pronomina
terdiri atas kata ganti diri, kata ganti penunjuk, kata ganti empunya, kata
ganti penanya, kata ganti penghubung.
Contoh:
·
Kata ganti diri
Saya, aku,
kita dan kami
·
Kata ganti penunjuk
Ini, itu,
sini, situ dll
·
Kata ganti empunya
-ku, -mu,
-nya, -kami, -kamu, -kalian.
·
Kata ganti penanya
Apa, siapa,
mana
·
Kata
ganti pengubung
Yang,
·
Kata ganti tak tentu
Siapa-siapa,
masing-masing, sesuatu, seseorang, para.
b.
Substitusi (panggantian)
Substitusi adalag proses atau hasil pengantian unsur bahasa oleh
unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda
atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu. (Kridalaksana, 1984:185).
Substitusi meupakan hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan kata dan
makna. Substitusi dalam bahasa indonesia
dapat bersifat nominal, verbal, klausa, atau campuran; misalnya satu,
sama, seperti itu, sedemikian rupa, demikian, begitu, melakukan hal yang sama.
c.
Elipsis
Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lainyang wujud asalnya
dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana,
1984:45 dalam Tarigan 2009: 97). Elipsis dapat pula dikatakan pengantian nol (Zero); sesuatu yang ada tetapi tidak
diucapkan atau tidak dituliskan. Hal ini dilakukan demi kepraktisan. Elipsis
dapat pula dibedahkan atas elipsis nominal, elipsis verbal, elipsis klausa.
d.
Konjungsi
Konjugsi adalah yang dipergunakan untuk mengabungkan kata dengan
kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kaliat dengan kalimat atau
paragraf dengan paragraf (Kridalaksana, 1984:105 dalam Tarigan 2009:97)
Konjugsi
dalam bahasa indonesia dapat dikelompokan atas:
a.
Konjugsi adfersatif : tetapi, namun
b.
Konjugsi klausal : sebab, karena
c.
Konjugsi koordinatif : dan, tetapi,
d.
Konjugsi koloratif : entah/entah, baik/maupun
e.
Konjugsi subordinatif : sebelum, sesudah
e.
Leksikal
Kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosa kata yang
serasi. Ada beberapa cara untuk mencapai aspek leksikal kohesi, antara lain:
a.
Pengulangan (repetisi) kata yang sama: pemuda-pemuda
b.
Sinonim : pahlawan - perjuangan
c.
Antonim : putra – putri
d.
Hiponim : angkutan darat – kereta api, bis
e.
Kolokasi : buku, koran, majalah- media masa
f.
Ekuivalensi : belajar, mengajar, pelajar, pengajar, pengajaran.
2.1.2
KOHERENSI
Koherensi adalah
pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat
menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren.
Sehingga, fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi dapat
berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Contohnya, Proporsi :
“demonstrasi mahasiswa“ dan “nilai tukar rupiah melemah“ adalah dua fakta yang
berlainan. Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan sebab akibat ketika ia
dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan“ sehingga kalimatnya menjadi
“demostrasi mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah“. Dua buah
kalimat itu menjadi tidak berhubungan ketika dipakai kata hubung “dan“, dimana
kalimatnya kemudian menjadi “demonstrasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah
melemah”. Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya demonstrasi dan nilai tukar
rupiah dipandang tidak saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan
kalimat lain atau menjadi penyebab kalimat lain. Jadi kesimpulannya koherensi
merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis
menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. (Deddy,
2011:242).
Koeherensi adalah kekompakan
hubungan antar kalimat dalam wacana. Koherensi juga hubungan timbal balik yang
serasi antar unsur dalam kalimat Keraf (dalam Mulyana 2005: 30). Sejalan dengan
hal tersebut Halliday dan Hasan (dalam Mulyana 2005: 31) menegaskan bahwa
struktur wacana pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik, melainkan struktur
semantik, yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandung
proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya akan menjadi wacana sepanjang
ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu sendiri.
Pada dasarnya hubungan koherensi
adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara
logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit (terselubung) karena berkaitan
dengan bidang makna yang memerlukan interprestasi. Disamping itu, pemahaman
hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi
dalam tubuh wacana itu. Kohesi dapat diungkapkan secara eksplisit, yaitu
dinyatakan dalam bentuk penanda koherensi yang berupa penanda hubungan
antarkalimat. Penanda hubungan itu berfungsi untuk menghubungkan kalimat
sekaligus menambah kejelasan hubungan antarkalimat dalam wacana.
Tujuan aspek pemakaian aspek atau
sarana koherensi antara lain ialah agar tercipta susunan dan struktur wacana
yang memiliki sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai,
cocok, dan harmonis. Kesesuaian terletak pada serasinya hubungan antarproposisi
dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus, tetapi bertautan satu sama
lain. Sedangkan sifat logis mengandung arti masuk akal, wajar, jelas, dan mudah
dimengerti. Suatu rangkaian kalimat yang tidak memiliki hubungan bentuk dan
makna secara logis, tidak dapat dikatakan sebagai wacana.
Kohesi dan koherensi sebenarnya
hampir sama. Beberapa penanda aspek kohesi merupakan aspek penanda koherensi.
Demikian juga sebaliknya. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini:
Perbedaan
kohesi dan koherensi
Kohesi
|
Koherensi
|
Kepaduan
Keutuhan
Aspek
bentuk (form)
Aspek
lahiriah
Aspek
formal
Organisasi
sintaksis
Unsur
internal
|
Kerapian
Kesinambungan
Aspek
makna (meaning)
Aspek
batiniah
Aspek
ujaran
Organisasi
semantis
Unsur
eksternal
|
Jadi perbedaan diantara
kedua aspek tersebut adalah pada sisi titik dukung terhadap struktur wacana.
Artinya, dari arah mana aspek itu mendukung keutuhan wacana. Bila dari dalam
(internal), maka disebut sebagai aspek kohesi. Sebaliknya bila aspek tersebut
berasal dari luar (eksternal), maka disebut sebagai koherensi.
2.1.3
TOPIK
Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat.
Topik merupakan atau argumen dalam suatu proposisi. Paragraf
biasanya memiliki satu topik atau tema utama, bahkan mungkin memiliki
beberapa subtopik lagi. Dan secara keseluruhan, wacana memiliki banyak topik,
salah satunya ada yang diutamakan, yaitu
topik atau tema. Pada tingkat kalimat, istilah ini selalu merujuk pada masalah subjek
kalimat dan secara tradisional dihubungkan dengan tatabahasa. Tetapi sebenarnya
tidaklah demikian. Kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, meskipun
salah satunya diberikan penonjolan lebih dari yang lainnya, melalui struktuk
sintaksis.
Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan mempergunakan cara
sebagai berikut :
1.
Tetapkanlah
topik yang akan digarap dalam kedudukan sentral.
2.
Mengajukan
pertanyaan, apakah topik yang berada dalam kedudukan sentral itu masih dapat
dirinci lebih lanjut? Bila dapat, tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran
topik pertama tadi.
3.
Tetapkanlah dari rincian tadi mana
yang akan dipilih.
4.
Mengajukan pertanyaan apakah sektor
tadi masih dapat dirinci lebih lanjut atau tidak.
2.1.4
JUDUL
Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab
dalam buku, kepala berita, dan lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa
seluruh karya tulis, bersipat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan
adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering disebut juga
kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan singkat suatu
artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan
ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima
kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan.
Syarat-syarat pembuatan judul :
1. Harus relevan, yaitu harus mempunyai pertalian dengan
temanya, atau ada pertalian dengan beberapa bagian penting dari tema tersebut.
2. Harus provokatif, yaitu harus menarik dengan
sedemikian rupa sehingga menimbulkan keinginan tahu dari tiap pembaca terhadap
isi buku atau karangan.
3. Harus singkat, yaitu tidak boleh mengambil bentuk
kalimat atau frasa yang panjang, tetapi harus berbentuk kata atau rangklaian
kata yang singkat. Usahakan judul tidak lebih dari lima kata.
Fungsi Judul :
1.
Merupakan
identitas/cermin dari jiwa seluruh karya tulis
2.
Temanya
menjelaskan diri dan menarik sehingga mengundang orang untuk membacanya atau
untuk mempelajari isinya.
3.
Merupakan
gambaran global tentang arah, maksud, tujuan, dan ruang lingkupnya.
4.
Relevan
dengan isi seluruh naskah, masalah maksud,dan tujunnya.
2.1.5
TEMA
Tema merupakan
suatu gagasan pokok atau ide pikiran dalam membuat suatu tulisan. Tema
berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan
atau sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema
adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis
menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini
yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu.
Menentukan tema berarti menentukan apa masalah sebenarmya yang akan ditulis
atau diuraikan oleh penulis.
Syarat
Tema yang Baik :
1. Tema menarik perhatian penulis. Dapat
membuat seorang penulis berusaha terus-menerus untuk membuat tulisan atau
karangan yang berkaitan dengan tema tersebut.
2. Tema
dikenal/diketahui dengan baik. Maksudnya pengetahuan umum yang berhubungan dengan
tema tersebut sudah dimilki oleh penulis supaya lebih mudah dalam penulisan
tulisan/karangan.
3. Bahan-bahannya dapat diperoleh. Sebuh tema
yang baik harus dapat dipikirkan apakah bahannya cukup tersedia di sekitar kita
atau tidak. Bila cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat
memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai sepenuhnya.
4. Tema
dibatasi ruang lingkupnya. Tema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum
cukup kemampuannya untuk menggarapnya akan lebih bijaksana kalau dibatasi ruang
lingkupnya.
http://maikylamasia.blogspot.com/2012/10/makalah-tema-topik-dan-judul-karangan.html
DAFTAR RUJUKAN
Hany Uswatun Nisa. 2011.
Kohesi Dan Koherensi Antarkalimat Dalam Wacana Berita Di Majalah Panjebar Semangat. FBS UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
Hidayat,
Deddy. 2011. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Printing
Cemerlang : Yogyakarta
Tarigan, Guntur.
2009. Pengajaran Wacana. Angkasa : Bandung
http://maikylamasia.blogspot.com/2012/10/makalah-tema-topik-dan-judul-karangan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar