BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Kridalaksana dalam Tarigan (24 : 2009)
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hirarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam
bentuk karangan yang utuh paragraph, kalimat atau kata yang membawa kalimat
yang lengkap.
Deese dalam Tarigan (24 : 2009) mendifinisikan
bahwa wacana merupakan seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk
menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi
atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali
rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak
atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan atau pengutaraan wacana
itu.
Berdasarkan para pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa wacana merupakan satuan bahasa
yang terlengkap dan terbesar atau tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang
nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
Menurut jenisnya wacana dibedakan menjadi 6
kategori, diantaranya adalah berdasarkan apakah wacana itu disampaikan dengan
media tulis atau media lisan, maka wacana diklasifikasikan atas wacana lisan
dan tulisan. (Tarigan, 49 : 2009).
Dalam wacana tulis seseorang
sering mengkaitkan dengan dialog, monolog, dan polilog (Tarigan, 49 : 2009).
Selanjutnya pembahasan akan dilakukan terhadap kajian atau wacana lisan dan
tulisan yang meliputi dialog, monolog, dan polilog.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang tersebut maka, dapat
dituliskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan wacana lisan dan tulisan ?
2.
Bagaimana bentuk dari wacana lisan dan tulisan beserta contoh analisisnya ?
1.3 Tujuan
1.
Memahami pengertian wacana lisan dan tulisan.
2.
Memahami bentuk dari wacana lisan dan tulisan beserta contoh analisisnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian wacana lisan dan
tulisan
1.
Wacana Lisan
a.
Pengertian
Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan
secara lisan, melalui media lisan. Untuk menerima, memahami atau menikmati
wacana lisan ini maka para penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan
kata lain pendengar adalah penyima. Wacana lisan ini sering pula dikaitkan
dengan interactive discourse atau wacana interaktif. Wacana lisan ini
sangat produktif dalam sastra lisan seluruh tanah air kita ini. (Tarigan, 52 :
2009).
Jauh sebelum manusia mengenal huruf, bahasa telah digunakan oleh manusia, manusia
memakai bahasa lisan dalam berkomunikasi bahasa lisan menjadi bahasa yang utama
dalam hidup manusia karena lebih dahulu dikenal dan digunakan oleh manusia dari
pada bahasa tulis karena, itu tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar
manusia masih berada dalam budaya lisan.
Karena sering digunakan,bahasa lisan memiliki ciri –
ciri yang berlainan dengan bahasa tulis .Salah satunya yang menonjol adalah
sering terjadi penghilangan bagian – bagian tertentu, yang dapat menghilangkan pengertian wacana ,jika salah satu partisipanya (
pembicara dan pendengar ) belum terbiasa seperti pada contoh berikut :
wati : “Nunung, ke mana?”
Nunung : “Biasa”.
Pada wacana diatas wati dapat mengetahui bahwa nunung
akan pergi,misalnya kewarung untuk makan roti panggang ,karena pada saat seperti
ini kebiasaan nunung makan roti panggang diwarung x . Bagi orang lain yang
belum mengenal kebiasaan nunung,wacana diatas tidak dapat dimengerti . Ia tidak
dapat menarik kesimpulan yang tepat .Pertama,Karena ia mengetahui bahwa tidak
ada lokasi yang bernama “Biasa”tidak mengacu kepada suatu tempat yang
pasti dan kedua,ia belum mengenal kebiasaan atau memiliki
“Pengetahuan yang telah diketahui bersama “ ( Common ground ) dengan nunung.
Manusia lebih sering menggunakan wacana lisan yang
pendek. Satuan – satuan atau unit – unitnya pun pendek dan kadang tidak gramatikal, seperti percakapan Nunung dan
wati diatas. Jarang ditemukan
wacana lisan yang panjang. Kalaupun
ada,biasanya maknanya terus menerus diulang,seperti dalam mengungkapkan
kekesalan hati.
Dalam mengutarakan maksud dengan wacana lisan, tidak hanya unsur bahasa tetapi juga digunakan gerakan tubuh, pandangan
mata,dan lain – lain,yang turut memberi makna wacana itu .
Jika pengutaraan maksud memakan waktu yang cukup
lama,diperlukan adanya daya simak yang tinggi dari partisipan lainya. Contoh: Perkuliahan
memerlukan perhatian dan daya simak mahasiswa untuk menangkap inti perkuliahan
yang diujarkan dosen.Karena konsentrasi dan daya simak seseorang tidak dapat
bertahan terus menerus dalam waktu yang lama,maka perkuliahan menggunakan juga
alat untuk wacana tulis agar inti materi perkuliahan dapat diingat oleh
mahasiswa.
Kelemahan wacana lisan adalah kesulitan dalam
mengulang kembali wacana dengan sama tepat seperti yang pertama. Kelemahan wacana ini jga menyebabkan wacana lisan,sebagai bahan bukti,dalam
bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah disbanding wacana tulis. Dengan uraian diatas dapat dibuat ciri – ciri wacana lisan sebagai berikut
:
a) Wacana lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar
interaksi tidak terputus
b) Wacana lisan sulit diulang,dalam arti mengulang hal
yang sama dengan ujaran pertama
c) Wacana lisan dapat dilengkapi dengan gerakan anggota
tubuh untuk memperjelas makna yang dimaksud
d) Wacana lisan menyatukan partisipanya dalam satu
situasi dan konteks yang sama.
e) Wacana lisan biasanya lebih pendek daripada wacana
tulis
f) Wacana lisan juga melibatkan unsure kebiasaan atau
pengetahuan yang telah diketahui bersama (common ground),yang ada pada satu
keluarga atau kelompok dan
g) Wacana lisan sering melibatkan partisipanya secara
langsung.
2.
Wacana Tulis
Wacana
tulis merupakan pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata- kata
yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau
kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan
sebagainya. (Menurut Kridalaksana dalam
Tarigan, 52 : 2009).
Wacana
tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf,Huruf dibuat untuk mengganti peran
bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa huruf adalah lambang
bunyi.Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan kemudian digunakan untuk
menyampaikan informasi kepada orang lain yang tinggal berjauhan.
Mengutip
Smith (1978), (Nunan, 1992:78) menyebutkan pengalaman sangat penting dalam
pemahaman lingusitik. Hal ini karena linguistik memiliki hubungan tekstual yang
ditunjukkan oleh referensi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal.1
Sebuah komponen penting dalam pelajaran pemrosesan wacana adalah membantu
pembelajar untuk mengembangkan keterampilan dalam mengenali hubungan-hubungan
ini. Selain penting bagi pembelajar untuk membangun suatu kosa kata yang
ekstensif dalam medan makna yang dimarkahi oleh kohesi leksikal, juga penting
untuk mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi kontekstual untuk memahami
kosa kata yang tidak diketahui.
Selain itu,
perlu juga dikembangkan keterampilan yang lebih sulit untuk mengenali daya
retorik informasi tekstual yang tidak dimarkahi secara eksplisit dengan
beberapa bentuk konjungsi. Akhrinya, pembaca seharusnya mampu mendemonstrasikan
penguasaan terhadap isi tekstual dengan beralih ke balik teks itu.
2.2 Jenis wacana dilihat berdasarkan jumlah peserta yang
terlibat pembicaraan dalam komunikasi yaitu :
1) Wacana monolog
Wacana monolog merupakan wacana yang
disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut
berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog bersifat searah dan termasuk
komunikasi tidak interaktif (noninteractive
communication). Wacana monolog terjadi seperti pada orasi ilmiah, khotbah,
dan penyampaian visi dan misi. Pada wacana
monolog pendengar tidak memberikan tanggapan secara langsung atas ucapan
pembicara. Contohnya
pidato,ceramah.
2)
Wacana
dialog
Wacana dialog merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua orang
secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan
secara aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga disebut komunikasi
interaktif (interactive communication). Wacana dialog terjadi seperti pada
peristiwa diskusi, musyawarah, pembicaraan telepon, Tanya jawab, dan teks
drama. Perhatikan contoh wacana dialog
berikut ini.
SUNSLIK
GINGSENG
C : Betulkan ?
W : Iya
C : Aku paling
sebel deh kalau cowokku naksir cewek yang lain.
W : Cowokku dulu juga gitu. Dia itu suka melirik cewek
yang rambutnya panjang Padahal dulu
aku takut manjangin rambut. Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng
membuat rambut semakin kuat tumbuh sepanjang yang kamu suka.
C : Sekarang
rambut kamu sudah panjang ?
W : Ya
C : Berarti
cowok kamu sudah tidak lirik-lirik lagi dong ?
W : Cowokku si ndak, cowok-cowok yang lain pada lirik
aku
Wacana tersebut merupakan wacana dialog antara dua
orang gadis. Mereka sedang berdialog
mengenai rambut. Setelah menggunakan sunslik gingseng rambut menjadi kuat dan
tidak rontok.
Apabila peserta dalam komunikasi itu ada dua orang dan
terjadi pergantian peran (feed back) Contohnya antara dua orang yang sedang
mengadakan perbincangan disekolah,(bisa resmi atau tidak resmi ).
3) Wacana polilog
Wacana polilog merupakan pembicaraan atau percakapan yang melibatkan
partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat
dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam komunikasi. Wacana
polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah, diskusi, atau debat, dan
teks drama. Perhatikan
contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama berjudul Orkes Madun I karya Arifin C Noer
berikut ini.
Konteks : Kehadiran waska disambut gembira oleh komunitasnya. waska dijadikan
tempat mengadu bagi tarkeni yang sedang
berselisih dengan madekur, suaminya.
Waska : Peran Waska
akan tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapean yang kosong yang gosong yang bagai kepompong.
Koor : Uuuuuuuuuuu
Waska : Langit hanya
berisi angin hari itu dan warna hitam Tumpah diseanteronya dimana – mana dan aku Waska sedang minum air kelapa.
Tarkeni : Lalu aku Tarkeni datang menangis
bersujud di kaki Waska mengadukan
ihwal duka.
Waska : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti
itu?
Tarkeni : Sakit kepalaku sampai ke kalbu
lantaran dipukul suamiku.
Waska : Madekur!!!!!
Madekur : Madekur luka hatinya disobek – sobek
cemburu oleh cemburu buta.
Waska : Yak karena tidak matang jiwanya.
(Orkes Madun I : 663-664)
Wacana tersebut merupakan wacana polilog, yakni
percakapan atau pembicaraan yang melibatkan lebih dari dua orang (tokoh)
sebagai partisipan pembicaraan. Tokoh Tarkeni mengadukan nasibnya kepada tokoh
Waska, karena ia dipukul oleh Madekur, suaminya, yang sedangkan dibakar rasa
cemburu. Kemudian Waska mencoba mendamaikan Tarkeni dan Mardekur sebagai
pasangan suami istri.
Apabila peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang
dan terjadi pergantian peran. Contohnya
perbincangan antara beberapa orang dan mereka memiliki peran pembicara dan
pendengar ( bisa resmi atau tidak resmi ).
2.3 Wacana ditinjau dari tujuan berkomunikasi
1) Wacana Argumentasi
Menurut ( Rottenberg,1988: 9
).Karangan argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha
mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang
dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logis dan emosional .
Menurut ( Gorys
Keraf,1995:10 ) Argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha
membuktikan suatu kebenaran .Sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta
mengubah sikap dan pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan
mengajukan bukti – bukti mengenai objek yang diargumentasikan itu.
2) Wacana
Eksposisi
Karangan
atau wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima
(Pembaca) agar yang bersangkutan memahaminya.Eksposisi adalah suatu bentuk
wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau
pengetahuan pembaca. Wacana ini digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakikat
suatu objek. Misalnya menjelaskan pengertian kebudayaan,komunikasi,
perkembangan tekhnologi,pertumbuhan ekonomi kepada pembaca.
3) Wacana
persuasi
Wacana persuasi adalah wacana yang
bertujuan mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan perbuatan sesuai yang
diharapkan penuturnya. Untuk mempengaruhi pembacanya, biasanya digunakan segala
daya dan upaya yang membuat mitra tutur terpengaruh. Untuk mencapai tujuan
tersebut,wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional.
Persuasi sesungguhnya merupakan pernyimpangan dari argumentasi,dan khusus
berusaha mempengaruhi orang lain atau para pembaca. Persuasi lebih mengutamakan
untuk menggunakan atau memanfaatkan aspek– aspek psikologis untuk mempengaruhi
orang lain.Jenis wacana persuasi yang paling sering ditemui adalah kampanye dan
iklan .
4) Wacana
Deskripsi
Wacana
deskripsi adalah bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu
hal sedemikian rupa sehingga objek itu sepertinya dapat dilihat,dibayangkan
oleh pembaca,seakan – akan pembaca dapat melihat sendiri. Deskripsi
memiliki fungsi membuat para pembacanya seolah melihat barang – barang atau
objeknya. Objek yang dideskripsikan mungkin sesuatu yang bias ditangkap dengan
panca indra kita,contohnya, sebuah hamparan sawah yang hijau dan pemandangan
yang indah, jalan–jalan kota, tikus – tikus selokan,wajah seorang yang cantik
molek atau seorang yang bersedih hati,alunan music dan sebagainya.
5) Wacana
Narasi
Wacana narasi merupakan satu jenis
wacana yang berisi cerita.pada wacana narasi terdapat unsure – unsure cerita
yang penting,seperti waktu,pelaku,peristiwa.Adanya aspek emosi yang yang
dirasakan oleh pembaca dan penerima.Melalui narasi,pembaca atau penerima pesan
dapat membentuk citra atau imajinasi. Contoh: Sewaktu aku duduk diruang pengadilan yang penuh sesak
itu menunggu perkara ku disidangkan, dalam hatiku bertanya-tanya berapa banyak
orang-orang hari ini disini yang merasa,seperti apa yang kurasakan
bingung,patah hati, dan sangat kesepian. Aku merasa seolah-olah aku memikul
beban berat seluruh dunia di pundakku.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Wacana lisan atau spoken
discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan.
Untuk menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para penerima
harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah penyima.
Wacana lisan ini sering pula dikaitkan dengan interactive discourse atau
wacana interaktif. Wacana lisan ini sangat produktif dalam sastra lisan seluruh
tanah air kita ini.
Wacana tulis merupakan pengungkapan kembali wacana
tanpa mengutip harfiah kata- kata yang dipakai oleh pembicara dengan
mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan
klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.
3.2 Saran
Semoga dalam
perkembanganya makalah ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa yang lain sebagai
bahan referensi bahan mata kuliah yang sedang ataupun sudah ditempuh.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran wacana.
Bandung : Agkasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar