Senin, 08 Juni 2015

Wacana Lisan dan Tulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Menurut Kridalaksana dalam Tarigan (24 : 2009) Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh paragraph, kalimat atau kata yang membawa kalimat yang lengkap.
Deese dalam Tarigan (24 : 2009) mendifinisikan bahwa wacana merupakan seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak  atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan atau pengutaraan wacana itu.
Berdasarkan para pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan  satuan bahasa yang terlengkap dan terbesar atau tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
Menurut jenisnya wacana dibedakan menjadi 6 kategori, diantaranya adalah berdasarkan apakah wacana itu disampaikan dengan media tulis atau media lisan, maka wacana diklasifikasikan atas wacana lisan dan tulisan. (Tarigan, 49 : 2009).
Dalam wacana tulis seseorang sering mengkaitkan dengan dialog, monolog, dan polilog (Tarigan, 49 : 2009). Selanjutnya pembahasan akan dilakukan terhadap kajian atau wacana lisan dan tulisan yang meliputi dialog, monolog, dan polilog.
1.2  Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang tersebut maka, dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan wacana lisan dan tulisan ?
2.      Bagaimana bentuk dari wacana lisan dan tulisan beserta contoh analisisnya  ?
1.3  Tujuan
1.      Memahami pengertian wacana lisan dan tulisan.
2.      Memahami bentuk dari wacana lisan dan tulisan beserta contoh analisisnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian wacana lisan dan tulisan
1.      Wacana Lisan
a.       Pengertian
Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Untuk menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah penyima. Wacana lisan ini sering pula dikaitkan dengan interactive discourse atau wacana interaktif. Wacana lisan ini sangat produktif dalam sastra lisan seluruh tanah air kita ini. (Tarigan, 52 : 2009).
Jauh sebelum manusia mengenal huruf, bahasa telah digunakan oleh manusia, manusia memakai bahasa lisan dalam berkomunikasi bahasa lisan menjadi bahasa yang utama dalam hidup manusia karena lebih dahulu dikenal dan digunakan oleh manusia dari pada bahasa tulis karena, itu tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar manusia masih berada dalam budaya lisan.
Karena sering digunakan,bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa tulis .Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian – bagian tertentu, yang dapat menghilangkan pengertian wacana ,jika salah satu partisipanya ( pembicara dan pendengar ) belum terbiasa seperti pada contoh berikut :
wati : “Nunung, ke mana?”
Nunung : “Biasa”.
Pada wacana diatas wati dapat mengetahui bahwa nunung akan pergi,misalnya kewarung untuk makan roti panggang ,karena pada saat seperti ini kebiasaan nunung makan roti panggang diwarung x . Bagi orang lain yang belum mengenal kebiasaan nunung,wacana diatas tidak dapat dimengerti . Ia tidak dapat menarik kesimpulan yang tepat .Pertama,Karena ia mengetahui bahwa tidak ada lokasi yang bernama “Biasa”tidak mengacu kepada suatu tempat yang pasti dan  kedua,ia belum mengenal kebiasaan atau memiliki “Pengetahuan yang telah diketahui bersama “ ( Common ground ) dengan nunung.
Manusia lebih sering menggunakan wacana lisan yang pendek. Satuan – satuan atau unit – unitnya pun pendek dan kadang tidak gramatikal, seperti percakapan Nunung dan wati diatas. Jarang ditemukan wacana lisan yang panjang. Kalaupun ada,biasanya maknanya terus menerus diulang,seperti dalam mengungkapkan kekesalan hati.
Dalam mengutarakan maksud dengan wacana lisan, tidak hanya unsur bahasa tetapi juga digunakan gerakan tubuh, pandangan mata,dan lain – lain,yang turut memberi makna wacana itu .
Jika pengutaraan maksud memakan waktu yang cukup lama,diperlukan adanya daya simak yang tinggi dari partisipan lainya. Contoh: Perkuliahan memerlukan perhatian dan daya simak mahasiswa untuk menangkap inti perkuliahan yang diujarkan dosen.Karena konsentrasi dan daya simak seseorang tidak dapat bertahan terus menerus dalam waktu yang lama,maka perkuliahan menggunakan juga alat untuk wacana tulis agar inti materi perkuliahan dapat diingat oleh mahasiswa.
Kelemahan wacana lisan adalah kesulitan dalam mengulang kembali wacana dengan sama tepat seperti yang pertama. Kelemahan wacana ini jga menyebabkan wacana lisan,sebagai bahan bukti,dalam bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah disbanding wacana tulis. Dengan uraian diatas dapat dibuat ciri – ciri wacana lisan sebagai berikut :
a)      Wacana lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar interaksi tidak terputus
b)      Wacana lisan sulit diulang,dalam arti mengulang hal yang sama dengan ujaran pertama
c)      Wacana lisan dapat dilengkapi dengan gerakan anggota tubuh untuk memperjelas makna yang dimaksud
d)     Wacana lisan menyatukan partisipanya dalam satu situasi dan konteks yang sama.
e)      Wacana lisan biasanya lebih pendek daripada wacana tulis
f)       Wacana lisan juga melibatkan unsure kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui bersama (common ground),yang ada pada satu keluarga atau kelompok dan
g)      Wacana lisan sering melibatkan partisipanya secara langsung.

2.         Wacana Tulis
            Wacana tulis merupakan pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata- kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.  (Menurut Kridalaksana dalam Tarigan, 52 : 2009).
            Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf,Huruf dibuat untuk mengganti peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa huruf adalah lambang bunyi.Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang tinggal berjauhan.
            Mengutip Smith (1978), (Nunan, 1992:78) menyebutkan pengalaman sangat penting dalam pemahaman lingusitik. Hal ini karena linguistik memiliki hubungan tekstual yang ditunjukkan oleh referensi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal.1 Sebuah komponen penting dalam pelajaran pemrosesan wacana adalah membantu pembelajar untuk mengembangkan keterampilan dalam mengenali hubungan-hubungan ini. Selain penting bagi pembelajar untuk membangun suatu kosa kata yang ekstensif dalam medan makna yang dimarkahi oleh kohesi leksikal, juga penting untuk mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi kontekstual untuk memahami kosa kata yang tidak diketahui.
            Selain itu, perlu juga dikembangkan keterampilan yang lebih sulit untuk mengenali daya retorik informasi tekstual yang tidak dimarkahi secara eksplisit dengan beberapa bentuk konjungsi. Akhrinya, pembaca seharusnya mampu mendemonstrasikan penguasaan terhadap isi tekstual dengan beralih ke balik teks itu.
2.2  Jenis wacana dilihat berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi yaitu :
1)      Wacana monolog
Wacana monolog merupakan wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif (noninteractive communication). Wacana monolog terjadi seperti pada orasi ilmiah, khotbah, dan penyampaian visi dan misi. Pada wacana monolog pendengar tidak memberikan tanggapan secara langsung atas ucapan pembicara. Contohnya pidato,ceramah.
2)      Wacana dialog
Wacana dialog merupakan  percakapan yang dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Wacana dialog terjadi seperti pada peristiwa diskusi, musyawarah, pembicaraan telepon, Tanya jawab, dan teks drama. Perhatikan contoh wacana dialog berikut ini.
SUNSLIK GINGSENG
C  : Betulkan ?
W : Iya
C  : Aku paling sebel deh kalau cowokku naksir cewek yang  lain.
W : Cowokku dulu juga gitu. Dia itu suka melirik cewek yang rambutnya panjang Padahal dulu aku takut manjangin rambut. Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng membuat rambut semakin kuat tumbuh sepanjang yang kamu suka.
C  : Sekarang rambut kamu sudah panjang ?
W : Ya
C  : Berarti cowok kamu sudah tidak lirik-lirik lagi dong ?
W : Cowokku si ndak, cowok-cowok yang lain pada lirik aku

Wacana tersebut merupakan wacana dialog antara dua orang gadis. Mereka sedang berdialog mengenai rambut. Setelah menggunakan sunslik gingseng rambut menjadi kuat dan tidak rontok.
Apabila peserta dalam komunikasi itu ada dua orang dan terjadi pergantian peran (feed back) Contohnya antara dua orang yang sedang mengadakan perbincangan disekolah,(bisa resmi atau tidak resmi ).
3)      Wacana polilog
Wacana polilog merupakan  pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah, diskusi, atau debat, dan teks drama. Perhatikan contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama berjudul Orkes Madun I karya Arifin C Noer berikut ini.
Konteks        : Kehadiran waska disambut gembira oleh komunitasnya. waska  dijadikan tempat mengadu bagi   tarkeni yang sedang berselisih dengan madekur, suaminya.
Waska           : Peran Waska akan tampil memberi ruh  pada   jasadku yang lunglai kecapean yang kosong yang gosong yang bagai kepompong.
Koor              : Uuuuuuuuuuu
Waska           : Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitam Tumpah diseanteronya dimana – mana dan aku Waska sedang minum air kelapa.
Tarkeni            : Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan
ihwal duka.
Waska                         : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti itu?
Tarkeni            : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.
Waska                         : Madekur!!!!!
Madekur          : Madekur luka hatinya disobek – sobek cemburu oleh cemburu buta.
Waska             : Yak karena tidak matang  jiwanya.
(Orkes Madun I : 663-664)
Wacana tersebut merupakan wacana polilog, yakni percakapan atau pembicaraan yang melibatkan lebih dari dua orang (tokoh) sebagai partisipan pembicaraan. Tokoh Tarkeni mengadukan nasibnya kepada tokoh Waska, karena ia dipukul oleh Madekur, suaminya, yang sedangkan dibakar rasa cemburu. Kemudian Waska mencoba mendamaikan Tarkeni dan Mardekur sebagai pasangan suami istri.
Apabila peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran. Contohnya perbincangan antara beberapa orang dan mereka memiliki peran pembicara dan pendengar ( bisa resmi atau tidak resmi ).
2.3  Wacana ditinjau dari tujuan berkomunikasi
1)  Wacana Argumentasi
                  Menurut ( Rottenberg,1988: 9 ).Karangan argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logis dan emosional .
                  Menurut ( Gorys Keraf,1995:10 ) Argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran .Sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta mengubah sikap dan pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti – bukti mengenai objek yang diargumentasikan itu.
2)  Wacana Eksposisi
                  Karangan atau wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (Pembaca) agar yang bersangkutan memahaminya.Eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Wacana ini digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakikat suatu objek. Misalnya menjelaskan pengertian kebudayaan,komunikasi, perkembangan tekhnologi,pertumbuhan ekonomi kepada pembaca.
3)  Wacana persuasi
                  Wacana persuasi adalah wacana yang bertujuan mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan perbuatan sesuai yang diharapkan penuturnya. Untuk mempengaruhi pembacanya, biasanya digunakan segala daya dan upaya yang membuat mitra tutur terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut,wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Persuasi sesungguhnya merupakan pernyimpangan dari argumentasi,dan khusus berusaha mempengaruhi orang lain atau para pembaca. Persuasi lebih mengutamakan untuk menggunakan atau memanfaatkan aspek– aspek psikologis untuk mempengaruhi orang lain.Jenis wacana persuasi yang paling sering ditemui adalah kampanye dan iklan .
4)  Wacana Deskripsi
                  Wacana deskripsi adalah bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa sehingga objek itu sepertinya dapat dilihat,dibayangkan oleh pembaca,seakan – akan pembaca dapat melihat sendiri. Deskripsi memiliki fungsi membuat para pembacanya seolah melihat barang – barang atau objeknya. Objek yang dideskripsikan mungkin sesuatu yang bias ditangkap dengan panca indra kita,contohnya, sebuah hamparan sawah yang hijau dan pemandangan yang indah, jalan–jalan kota, tikus – tikus selokan,wajah seorang yang cantik molek atau seorang yang bersedih hati,alunan music dan sebagainya.
5)  Wacana Narasi
                  Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita.pada wacana narasi terdapat unsure – unsure cerita yang penting,seperti waktu,pelaku,peristiwa.Adanya aspek emosi yang yang dirasakan oleh pembaca dan penerima.Melalui narasi,pembaca atau penerima pesan dapat membentuk citra atau imajinasi. Contoh: Sewaktu aku duduk diruang pengadilan yang penuh sesak itu menunggu perkara ku disidangkan, dalam hatiku bertanya-tanya berapa banyak orang-orang hari ini disini  yang merasa,seperti apa yang kurasakan bingung,patah hati, dan sangat kesepian. Aku merasa seolah-olah aku memikul beban berat seluruh dunia di pundakku.













BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Untuk menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah penyima. Wacana lisan ini sering pula dikaitkan dengan interactive discourse atau wacana interaktif. Wacana lisan ini sangat produktif dalam sastra lisan seluruh tanah air kita ini.
Wacana tulis merupakan pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata- kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya. 
3.2  Saran
Semoga dalam perkembanganya makalah ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa yang lain sebagai bahan referensi bahan mata kuliah yang sedang ataupun sudah ditempuh.














DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran wacana. Bandung : Agkasa










Tidak ada komentar:

Posting Komentar